WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG 2F4 ILMU KOMUNIKASI

Selasa, 05 Juni 2012

CONTROLLING (kelompok 8) 'Azmi, Dana, Dhiflal, Sobron


A.  Pengertian Pengawasan (Controlling)
                   Controling merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh seorang controller (pengawas). Pengontrolan merupakan proses umum dari standar baku dalam mencapai tujuan organisasi, membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya dengan standar-standar tersebut. Kemudian, apabila diperlukan mengambil tindakan perbaikan untuk mengembalikan kinerja kepada standar-standar tersebut.
                   Pengontrolan dicapai ketika prosedur perilaku dan pekerjaan disesuaikan dengan standar yang ada dan tujuan perusahaan dapat dipenuhi. Namun, pengontrolan bukanlah sekedar proses yang dilakukan setelah suatu kejadian.[1]
                   Pengawasan dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan, pada setiap tahap-tahap kegiatan perlu dilakukan pengawasan. Sebab apabila terjadi penyimpangan akan lebih cepat melakukan koreksi atau perbaikan.
                   Seorang controller (pengawas) harus menyelaraskan tingkat jaminan sumber daya dengan kebutuhan rencana-rencana yang pasti dengan proses mencatat atau dengan pengendalian perkembangan ke arah tujuan pokok dan sasaran serta metode pencapaiannya yang memungkinkan seorang pengawas melihat lebih awal adanya penyimpangan. Oleh karena itu, pengawasan berkaitan erat dengan perencanaan.
                   Pengawasan (Controlling) dapat diartikan secara negatif, positif, dan dalam arti luas. Dalam arti negatif pengawasan dapat diartikan sebagai tindakan mencari-cari kesalahan kemudian memberikan sanksi, dan melakukan larangan-larangan. Dalam arti positif pengawasan ialah tindakan-tindakan agar organisasi atau perusahaan berjalan terarah, tidak terjadi kesalahan-kesalahan, penyimpangan atau kebocoran di segala bidang.
                   Sedangkan dalam arti luas, pengawasan adalah aktifitas controller untuk melakukan pengamatan, penelitian dan penilaian dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi atau perusahaan yang sedang atau telah berjalan untuk mencapain tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun pengertian pengawasan menurut beberapa pakar ekonomi, antara lain :
1.    Earl P Strong : Pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
2.    Haroold Koontz : Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaah dapat terselenggara.
3.    G. R. Terry : Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu, standar apa yang sedang dijalankan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.[2]

B.  Fungsi Pengawasan
                   Fungsi pengawasan dimaksudkan untuk mengawasi kegiatan-kegiatan organisasi agar pelaksanaan kegiatan tersebut sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.
                   Begitu pula dengan seluruh unsur yang ada didalamnya agar saling mendukung dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa fungsi ini berusaha untuk menjamin kegiatan organisasi bergerak ke arah tujuannya.[3]
Fungsi pengawasan meliputi beberapa tindakan, antara lain :
1.    Menetapkan standar prestasi.
2.    Mengukur prestasi yang sedang berjalan dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan.
3.    Mengambil tindakan untuk memperbaiki prestasi yang tidak sesuai dengan standar.
                   Pengontrolan merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. [4]
           
C.  Prinsip-prinsip Pengontrolan
                   Beberapa ide dasar tertentu sangat berguna dalam pengembangan sistem kontrol. Prinsip-prinsip kontrol terdiri dari :
1.    Titik Kontrol Strategis (Strategic Point Control)
Kontrol terbaik hanya bisa diperoleh apabila titik-titik kritis, titik kunci, dan titik batas dapat diketahui dan diperhatikan khusus diarahkan pada penyesuaian titik-titik tersebut. Usaha mengontrol semua titik cenderung akan menambah usaha sia-sia saja dan mengurangi perhatian atas masalah penting.
2.    Umpan Balik (Feedback)
Umpan balik adalah proses penyesuaian kegiatan yang akan datang atas dasar informasi prestasi. Manajemen banyak menggunakan prinsip umpan balik di bidang-bidang yang pada permulaan nampaknya tidak berhubungan.
3.    Kontrol yang Fleksibel  (Flexible Control)
Setiap sistem kontrol harus peka terhadap perubahan kondisi. Seringkali sistem kontrol menuntut penyesuaian diri dengan perkembangan-perkembangan baru, termasuk kegagalan dari sistem kontrol itu sendiri.
4.    Kesesuaian Organisasi (Organizational Suitability)
Kontrol harus terpola untuk keperluan organisasi. Arus informasi mengenai prestasi yang sedang berjalan harus sesuai dengan struktur organisasi. Untuk dapatnya mengontrol keseluruhan kegiatan atau operasi, seorang atasan harus menemukan suatu pola yang akan memberikan kontrol terhadap semua bagian.
5.    Kontrol Diri (Self Control)
Unit-unit dapat direncanakan untuk mengontrol diri sendiri. Apabila suatu department dapat mempunyai tujuan masing-masing serta sistem kontrolnya, kontrol yang terperinci dapat ditangani didalam perusahaan itu sendiri.
6.    Kontrol Langsung (Direct Control)
Setiap sistem kontrol harus didesain untuk memelihara kontak langsung antara pengontrol dan yang dikontrol. Meskipun telah tersedia sejumlah sistem kontrol yang dilaksanakan oleh spesialis-spesialis, supervisor pada tingkat pertama masih diperlukan karena mengenal langsung prestasinya.
7.    Faktor Manusia (Human Factor)
Tiap sistem kontrol yang menyangkut orang berkaitan dengan cara-cara psikologis bagaimana orang itu memandang suatu sistem. Suatu sistem kontrol yang disusun dengan desain rapi kemungkinan akan gagal karena manusianya tidak menguntungkan untuk sistem itu.[5]

D.  Macam dan Jenis – jenis Pengawasan
Ada beberapa macam pengawasan ditinjau dari beberapa segi antara lain:
1.    Menurut Ruang Lingkupnya
Ø  Pengawasan Administrasi yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aktifitas organisasi atau perusahaan.
Ø  Pengawasan Manajerial yaitu pengawasan yang bersifat khusus yang berlaku hanya untuk suatu bagian atau unit tertentu saja.
2.    Menurut Pihak yang Mengawasi
Ø Internal control, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang ada dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri.
Ø External control, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan dari luar organisasi atau perusahaan.
Ø Direct Control, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan yang bersangkutan (pengawasan langsung).
Ø Indirect Control, yaitu pengawasan yang dilakukan bukan oleh atasan langsung, misalnya pengawasan oleh kepala biro, atau kepala bagian (pengawasan tidak langsung).
Ø Formal Control, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat (sosial control), misalnya oleh berbagai media.

E.  Pengawasan merupakan Aspek Penting dalam Manajemen
                   Dalam hal ini, terdapat beberapa alasan akan pentingnya pengawasan di dalam setiap organisasi :
1.    Adanya perubahan di lingkungan organisasi
Menyebabkan fungsi pengawasan harus dilaksanakan agar dampak dari perubahan-perubahan tersebut segera dapat dideteksi sehingga manajemen akan mampu menghadapi tantangan dan peluang yang disebabkan oleh perubahan itu. Misalnya timbulnya perubahan teknologi, adanya pesaing-pesaing baru yang muncul.
2.    Organisasi menjadi semakin kompleks
Pada umumnya organisasi saat ini cenderung bercorak desentralisasi, maka kegiatan perusahaan menjadi terpisah-pisah secara geografis, lebih luas dan kompleks. Demikian juga jika banyak dipakai penyalur dalam penjualan produk, maka untuk menjaga kualitas dan profitabilitas, perlu system pengawasan yang lebih teliti.
3.    Timbulnya kesalahan-kesalahan dalam bekerja
Untuk mendeteksi adanya kesalahan yang mungkin diperbuat oleh pelaku organisasi, maka digunakan fungsi pengawasan, semakin jarang pekerja melakukan kesalahan, semakin sederhana manajemen melakukan fungsi pengawasan.

F.   Sifat dan Waktu Pengawasan.
Sifat dan waktu pengawasan atau controlling dibedakan atas :
1.      Preventiv Control
               Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dikerjakan dengan maksud supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu :  
     Ø  Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tata cara suatu kegiatan atau dibuat tata tertib. 
     Ø  Membuat pedoman–pedoman kerja. 
     Ø  Menetapkan sanksi–sanksi terhadap pembuat kesalahan. 
     Ø  Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab. 
     Ø  Mengorganisasikan segala macam kegiatan. 
     Ø  Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
2.      Represive Control
               Pengawasan yang dilakukan setelah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan, agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga sasaran dapat tercapai. Hal ini bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 
     Ø  Mencari penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan dan mencari solusinya. 
     Ø  Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan para penanggungjawabnya. 
     Ø  Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat kesalahan. 
     Ø  Mengecek kebenaran laporan yang dibuat para petugas pelaksana.
3.      Pengawasan yang dilakukan di tengah proses penyimpangan terjadi.
Pengawasan ini dilakukan di tengah proses penyimpangan yang terjadi untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan rencana.
4.      Pengawasan berkala
Pengawasan berkala yaitu pengawasan yang dilakukan secara berkala sebulan sekali atau satu kuartal sekali atau satu tahun sekali.
5.      Pengawasan mendadak
Pengawasan mendadak ialah pengawasan yang dilakukan secara mendadak tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu.  

G.  Karakteristik Sistem Pengawasan yang Efektif
1.      Akurat ; setiap data harus akurat, jika tidak mengakibatkan organisasi tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk mengoreksi suatu penyimpangan.
2.      Tepat waktu ; informasi segera dikumpulkan, diarahkan dan dievaluasi jika hendak diambil tindakan yang tepat pada waktunya untuk perbaikan.
3.      Obyektif dan Komprehensif ; informasi dalam sistem pengawasan harus dapat dipahami dan dianggap obyektif oleh individu yang menggunakannya.
4.      Dipusatkan pada titik pengawasan strategis ; sistem pengawasan sebaiknya dipusatkan pada daerah yang paling banyak kemungkinan akan terjadi penyimpangan dari standar.
5.       Ekonomis ; biaya untuk implementasi sistem sebaiknya lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari sistem itu.
6.      Fleksibel ; sistem harus fleksibel agar organisasi lebih mudah bertindak untuk mengatasi perubahan yang kurang menguntungkan atau memanfaatkan kesempatan-kesempatan baru.
7.      Dapat diterima oleh seluruh anggota organisasi ; idealnya jika sistem tersebut dapat menghasilkan prestasi yang tinggi diantara para anggota organisasi dengan membangkitkan perasaan bahwa mereka memiliki otonomi, tanggung jawab dan kesempatan untuk mencapai tujuan.
8.      Dapat diorganisasikan dengan arus pekerjaan organisasi. Hal ini disebabkan oleh:
-       Setiap langkah dalam proses pekerjaan dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan seluruh operasi.
-       Informasi pengawasan harus sampai kepada orang yang memerlukannya.[6]
 
H.  Cara – Cara Pengawasan yang Baik
1.      Pengawasan harus mendukung sifat atau kebutuhan dari kegiatan. Untuk masing-masing kegiatan cara pengawasannya pun berbeda–beda, antara organisasi kecil dan besar juga berbeda.
2.      Pengawasan harus segera melaporkan setiap ada penyimpangan, jika ada penyimpangan yang terlambat diatasi maka hal itu akan menjadi parah dan memperumit tindakan korektif yang akan dilakukan.
3.      Pengawasan harus berorientasi jauh ke depan. Manajemen perlu membuat perkiraan situasi yang mungkin akan terjadi pada organisasi di masa depan.
4.      Pengawasan harus akurat dan obyektif. Agar pengawasan menjadi obyektif, maka mutlak diperlukan suatu ukuran sebagi pedoman pelaksanaannya.
5.      Pengawasan harus fleksibel. Dalam melakukan pengawasan, perlu dicari alternatif-alternatif rencana untuk situasi yang memungkinkan.
6.      Pengawasan harus serasi dengan pola organisasi. Jika satu bagian membuat kekeliruan, maka hal itu harus diatasi bersama- sama dengan kegiatan lain yang merupakan satu kesatuan organisasi.[7]

BAB III
PENUTUP
 A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang telah dirangkum dari bagian awal sampai akhir:
1.      Controling merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh seorang controller ( pengawas).
2.      Fungsi pengawasan dimaksudkan untuk mengawasi kegiatan-kegiatan organisasi agar pelaksanaan kegiatan tersebut sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.dan meemiliki tiga tipe pengawasan berdasarkan proses kegiatan, yaitu ada tipe pengawasan pendahuluan, pengawasan berjalan, dan pengawasan umpan balik.
3.      Prinsip-prinsip kontrol terdiri dari titik Kontrol Strategis (Strategic Point Control), Umpan Balik (Feedback), Kontrol yang Fleksibel (Flexible Control), Kesesuaian Organisasi (Organizational Suitability), Kontrol Diri (SelfControl), Kontrol Langsung (Direct Control), Faktor Manusia (Human Factor).
4.      Menurut tinjauan dari beberapa segi, ada beberapa macam dan jenis pengawasan, yaitu menurut ruang lingkupnya, obyek pengawasan, pihak yang mengawasi, dan waktu.
5.      Pengawasan merupakan aspek penting dalam manajemen karena jika adanya perubahan di lingkungan organisasi, jika organisasi semakin kompleks, jika timbulnya kesalahan-kesalahan dalam bekerja, manajemen akan mampu menghadapi semua tantangan tersebut dan kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenangnya.
6.      Sifat dan waktu pengawasan (control) dibedakan atas preventive control, represive control, pengawasan yang dilakukan tengah proses penyimpangan terjadi, pengendalian berkala, dan pengendalian mendadak.
7.      Karakteristik pengawasan yang efektif yaitu, akurat, tepat waktu, obyektif dan komprehensif, dipusatkan pada titik pengawasan strategis, ekonomis, fleksibel, dapat diterima oleh seluruh anggota organisasi, dapat diorganisasikan dengan arus pekerjaan organisasi.
8.      Cara-cara pengawasan yang baik itu, diantaranya pengawasan harus mendukung sifat atau kebutuhan dari kegiatan, harus segera melaporkan setiap ada penyimpangan, harus berorientasi jauh kedepan, harus akurat dan obyektif, harus fleksibel, harus serasi dengan pola organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
 Hazil, dan Panglaykim, Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986.
Siswanto, Bedjo, Management Modern, Bandung: Sinar Baru, 1990.
Terry, R. George, Guide to Management, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
William, Chuck, Manajemen, Jakarta: Salemba Empat, 2001.


[1] Chuck Williams, Manajemen  (hlm273)
[2] Ibid, hlm 275
[3] Hazil, dan Panglaykim, Manajemen Suatu Pengantar (Hlm 178)
[4] Ibid, hlm 179
[5] George R. Terry, Guide to Management (hlm 169)
[6] Bedjo Siswanto, Management Modern (hlm 160)
[7] Ibid, hlm 172

Tidak ada komentar:

Posting Komentar